Medan.icwpost.id
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang selama ini menjadi mitra UMKM seakan menjadi momok bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dikarenakan banyaknya oknum-oknum serikat pekerja yang mengatasnamakan SPSI, yang mana oknum serikat pekerja yang bergaya preman selalu meminta uang kepada Supir (Pengantar barang) dan apabila sejumlah uang yang diminta oknum SPSI tersebut tidak diberikan, dengan arogannya oknum yang mengatas namakan SPSI tersebut secara arogan mengancam pengantar barang dan terkadang sampai terjadi pemukulan.
Menyikapi maraknya Serikat Pekerja yang bergaya Preman dan mengatasnamakan SPSI yang terjadi di Sumatera Utara, Khususnya kota Medan dan Langkat, Ketua Asosiasi Profesi Distributor (APD) Erfan Ahmad, SH angkat bicara, “ dalam kondisi ekonomi yang kita liat tidak baik baik saja, kita sangat menyayangkan atas aksi yang mengatasnamakan Serikat Pekerja tersebut. Kita berharap (SPSI) di Kota Medan dapat menertipkan seluruh Serikat Kerja dan dengan adanya Pelaku tersebut, secara tidak langsung mencoreng SPSI dimata Pelaku UMKM. Padahal tidak sedikit Oknum yang lakukan Pungli mengatasnamakan SPSI sudah diamankan pihak kepolisian dan ada juga sudah sampai menjalani proses persidangan sebutnya kepada icwpost, Rabu (5/4).
Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu di Kabupaten Langkat tepatnya di Swalayat Stabat City dan Jalan batang Kuis, Deliserdang. Dengan garangnya oknum yang mengatasnamakan SPSI meminta sejumlah uang dan kalau tidak diberikan, pengantar barang tidak boleh menurunkan barang dan disuruh pulang. Hal ini sudah sangat penggangu pelaku usaha dan seakan mereka yang punya hukum di Negeri ini.
Lanjut Erfan Ahmad, SH kita berharap pihak kepolisian bisa lebih tegas dan cepat dalam merespon Onkum Preman yang melakukan Pungli kepada Pelaku Usaha yang mengatasnamakan SPSI tersebut dan bisa membuat efek jerah, dikarenakan apa yang di minta tersebut sangatlah tidak masuk akan nilainya. Supir yang bongkar barang, dan mereka tinggal datang ambil uang dan jumlahnya sampai Rp. 10.000 paling kecil setiap /mobil, mala ada yang hitung/koli, hal ini sangat memberatkan pelaku usaha sebutnya. (Red01)